Laga Arema FC vs Persebaya Surabaya satu lagi catatan hitam suporter anarkis sepakbola Indonesia

AREMA CRONUS – Laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada pekan ke-11 Liga 1 yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022, telah tercatat menjadi salah satu pertandingan sepak bola paling mematikan dalam sejarah. Meski tidak separah laga babak kualifikasi untuk turnamen sepak bola Olimpiade Tokyo antara Peru vs Argentina di Estadio Nacional, Lima, Peru, 24 Mei 1964 yang memakan korban meninggal dunia sebanyak 328 orang.

Tercatat ada sebanyak 125 orang meninggal dua, 302 luka ringan, dan 21 orang luka berat. Padahal pihak penyelenggara pertandingan mengizinkan hanya suporter Arema FC yang hadir pada pertandingan di Stadion Kanjuruhan hari Sabtu kemarin untuk menghindari konflik dengan pendukung Persebaya. Namun saat Arema FC kalah dari Persebaya Surabaya (3-2), suporter yang kecewa dan marah mulai melempar botol dan benda lain ke arah pemain dan ofisial sepak bola.

Saksi mata mengatakan bahwa mereka melihat beberapa aparat kepolisian mulai memukuli penonton yang menerobos masuk ke lapangan dengan tongkat dan perisai sebelum akhirnya menembakkan gas air mata ke arah penonton yang menghasut kekacauan saat ratusan orang berlari menuju pintu keluar dan menyebabkan banyak orang terinjak-injak dan mati lemas.

Penggunaan gas air mata selama pertandingan sepak bola sudah dilarang oleh FIFA, badan yang mengatur sepak bola dunia. Diketahui, larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 b) tertulis, ‘No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used’. Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.

Berita ini dengan cepat menjadi sorotan media, tidak hanya di Indonesia namun juga seluruh dunia. FIFA merilis pernyataan setelah tragedi itu dengan menyebutnya sebagai “hari gelap bagi semua yang terlibat dalam sepak bola dan tragedi di luar pemahaman.”

 

“Bersama FIFA dan komunitas sepakbola global, semua pikiran dan doa kami bersama para korban, mereka yang terluka, bersama dengan rakyat Republik Indonesia, Konfederasi Sepak Bola Asia, Asosiasi Sepak Bola Indonesia, dan Federasi Sepak Bola Indonesia. Liga, pada saat yang sulit ini,” kata presiden FIFA Gianni Infantino dalam sebuah pernyataan.

 

Liga sepak bola lainnya, termasuk Arsenal, Manchester United, dan Liverpool FC, mentweet bahwa mereka “sangat sedih” dengan peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan. La Liga, liga sepak bola divisi satu Spanyol, mengumumkan bahwa mereka akan menghormati tragedi itu dengan mengheningkan cipta selama satu menit sebelum semua pertandingan mereka.

Dampak dari tragedi di stadion Kanjuruhan ini membuat PSSI Asosiasi sepak bola Indonesia, yang dikenal sebagai PSSI, menangguhkan Liga 1, divisi teratas negara itu, tanpa batas waktu dan telah melarang Arema menjadi tuan rumah pertandingan sepak bola lagi selama sisa musim ini. Dan pada Senin (3/10/2022), Kapolres Malang AKKBP Ferli Hidayat dicopot dari jabatannya oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai buntut dari tragedi ini.

Melalui Meko Polhukam, Mahfud MD yang mendapat tugas dari Presiden Jokowi untuk membentuk tim investigasi dan mengumumkan bahwa Pemerintah memberikan santunan kepada korban yang meninggal dunia sebagai bentuk perhatian negara dan empati Presiden sebagai kepala negara. Besar santunan dari Presiden untuk masing-masing korban atau keluarga korban itu adalah sebesar Rp 50 juta. Mahfud MD pun memastikan bahwa masing-masing keluarga ini akan diberikan santunan dalam waktu dekat.

Selain itu, manajemen Arema FC turut memberikan santutan bagi keluarga korban. Untuk korban meninggal dunia akan diberikan santunan sebesar Rp10 juta per orang. Dan bagi korban luka-luka, biaya pengobatan akan ditanggung pihak manajemen Arema. 30 pemain Arema juga akan melakukan kunjungan ke rumah para korban.

Tragedi yang membuat nama Indonesia disebut-sebut kembali oleh dunia ini sama sekali bukan peristiwa yang membanggakan. Namun solidaritas dan simpati yang ditunjukkan dunia terhadap persepakbolaan Indonesia seharusnya dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dan para suporter tanah air untuk berkaca dan segera membenahi diri.